SISTEM KOORDINAT DAN PROYEKSI PETA
A. Sistem Koordinat
Sistem koordinat merupakan suatu parameter yang menunjukkan bagaimana suatu objek diletakkan dalam koordinat. Ada tiga system koordinat yang digunakan pada pemetaan yakni :
1. Sistem Koordinat 1 Dimensi : satu sumbu koordinat
2. Sistem Koordinat 2 Dimensi :
Sistem koordinat 2 dimensi dibagi menjadi 2 yaitu : Koordinat Kartesian dan Koordinat Polar
a. Koordinat kartesian
Sistem koordinat kartesian dua dimensi merupakan sistem koordinat yang terdiri dari dua salib sumbu yang saling tegak lurus, biasanya sumbu X dan Y, seperti digambarkan pada gambar di bawah ini :
Gambar. Sistem Koordinat Kartesian 2 Dimensi
Jika dilihat dari gambar diatas, koordinat P mempunyai jarak pada sumbu X yang disebut absis sebesar 3 dan mempunyai jarak pada sumbu Y yang disebut ordinat sebesar 5. Sedangkan d merupakan jarak dari pusat sumbu koordinat (O) ke titik P. Nilai d dapat dihitung dengan persamaan :
jika d merupakan jarak antara dua titik, secara umum d dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
dimana i dan j menunjukkan nama titik.
Gambar: Jarak dari dua titik
Dari gambar diatas diperoleh bahwa :
b. Koordinat Polar
Dalam koordinat polar, koordinat suatu titik didefinisikan fungsi dari arah dan jarak dari titik ikatnya. Selanjutnya dapat dijelaskan pada gambar berikut ini.
Gambar. Sistem Koordinat Polar
Jika O merupakan titik pusat koordinat dan garis OX merupakan sumbu axis polar, maka titik P dapat ditentukan koordinatnya dalam sistem koordinat polar berdasarkan sudut vektor (θ) dan radius vektor (r) atau (garis OP) yaitu P (r, θ). Sudut vektor (θ) bernilai positif jika mempunyai arah berlawanan dengan arah putaran jarum jam, sedangkan bernilai negatif jika searah dengan putaran jarum jam.
Hubungan Koordinat Kartesian dengan Koordinat Polar
Kedua sistem koordinat, yaitu koordinat kartesian dan koordinat polar, dapat saling berhungan secara matematis. Perhatikan gambar berikut ini.
Gambar. Hubungan Sistem Koordinat Kartesian dan Polar
Dari gambar di atas, maka dapat diketahui hubungan secara matematis antara koordinat kartesian dan polar yaitu :
3. Sistem Koordinat 3 Dimensi
Sistem koordinat 2 dimensi dibagi menjadi 3 yaitu : Koordinat Kartesian, Sistem Koordinat Bola, Sistem Koordinat Ellipsoida
a. Koordinat Kartesian
Sistem Koordinat Kartesian 3 Dimensi, pada prinsipnya sama dengan sistem koordinat kartesian 2 Dimensi, hanya menambahkan satu sumbu lagi yaitu sumbu Z, yang ketiganya saling tegak lurus, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini
Gambar. Sistem Koordinat Kartesian 3 Dimensi
Titik O merupakan titik pusat dari ketiga sumbu koordinat X, Y, dan Z. Sedangkan titik P didefinisikan dengan P (x, y, z). Penggunaan sistem koordinat kartesian 3 Dimensi banyak digunakan dalam pengukuran menggunakan sistem GPS.
b. Sistem Koordinat Bola
Posisi suatu titik dalam ruang, selain didefinisikan dengan sistem kartesian 3Dimensi, dapat juga didefinisikan dalam sistem koordinat bola (prinsip dasarnya sama dengan koordinat polar, yaitu sudut dan jarak).
Gambar. Sistem Koordinat Bola
Pada gambar diatas, koordinat titik P didefinisikan dengan nilai P (r, φ, λ). Jika kita cermati, koordinat ini sama halnya dengan koordinat lintang dan bujur yang sering digunakan dalam globe, atau peta, atau lainnya. Terdapat hubungan anatar sistem koordinat bola dan sistem koordinat kartesian 3 dimensi, seperti ditunjukan dalam persamaan matematis berikut ini :
Atau
c. Sistem Koordinat Ellipsoida
Untuk pendefinisian bentuk bumi sangatlah susah. Bentuk bumi dikenal sebagai geoid. Geoid didekati oleh permukaan muka laut rata-rata. Untuk mempermudah hitungan bentuk bumi, digunakan suatu model matematik yang disebut ellipsoida yaitu ellips yang putar.
Gambar. Ellips
Ellipsoid secara matematis di tuliskan menjadi :
dengan :
a = sumbu semi-mayor (setengah sumbu panjang)
b = sumbu semi-minor ( setengah sumbu pendek)
f = flattening (penggepengan)
e = eksentrisitas
Dalam pengukuran geodesi secara umum, dikembangkan hubungan antara sistem koordinat kartesian 3 Dimensi dengan sistem koordinat Ellipsoids
Gambar. Sistem koordinat Ellipsoida
Persamaan hubungan matematis dari sistem koordinat kartesian 3 dimensi dan koordinat ellipsoid. Besaran a dan b tergantung dari model ellipsoid yang digunakan, misalnya. WGS84, Bessel 1881, dan lain-lain.
B. PROYEKSI PETA
Proyeksi Peta adalah prosedur matematis yang memungkinkan hasil pengukuran yang dilakukan di permukaan bumi fisis bisa digambarkan diatas bidang datar (peta). Karena permukaan bumi fisis tidak teratur maka akan sulit untuk melakukan perhitungan-perhitungan langsung dari pengukuran. Untuk itu diperlukan pendekatan secara matematis (model) dari bumi fisis tersebut. Model matematis bumi yang digunakan adalah ellipsoid putaran dengan besaran-besaran tertentu. Maka secara matematis proyeksi peta dilakukan dari permukaan ellipsoid putaran ke permukaan bidang datar.
Gambar. Proyeksi peta dari permukaan bumi ke bidang datar
Gambar 4.2 Koordinat Geografis dan Koordinat Proyeksi
Proyeksi peta diperlukan dalam pemetaan permukaan bumi yang mencakup daerah yang cukup luas (lebih besar dari 30 km x 30 km) dimana permukaan bumi tidak dapat diasumsikan sebagai bidang datar. Dengan sistem proyeksi peta, distorsi yang terjadi pada pemetaan dapat direduksi sehingga peta yang dihasilkan dapat memenuhi minimal satu syarat geometrik peta ‘ideal’.
Klasifikasi dan Pemilihan Proyeksi Peta
a. Menurut bidang proyeksi yang digunakan
Bidang proyeksi adalah bidang yang digunakan untuk memproyeksikan gambaran
permukaan bumi. Bidang proyeksi merupakan bidang yang dapat didatarkan. Menurut bidang proyeksi yang digunakan, jenis proyeksi peta adalah:
ü Proyeksi Azimuthal
Bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus terhadap bidang proyeksi.
ü Proyeksi Kerucut (Conic)
Bidang proyeksi yang digunakan adalah kerucut. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi.
ü Proyeksi Silinder (Cylindrical)
Bidang proyeksi yang digunakan adalah silinder. Sumbu simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari silinder yang melalui pusat bumi.
Gambar. Jenis bidang proyeksi peta
b. Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi yang digunakan
Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi yang digunakan, jenis proyeksi peta adalah:
ü Proyeksi Normal (Polar)
Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bumi
ü Proyeksi Miring (Oblique)
Sumbu simetri bidang proyeksi membentuk sudut terhadap sumbu bumi
ü Proyeksi Transversal (Equatorial)
Sumbu simetri bidang proyeksi tegak lurus terhadap sumbu bumi
Tabel Jenis proyeksi peta menurut bidang proyeksi dan posisi sumbu simetrinya
c. Menurut kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi
Ditinjau dari kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, proyeksi peta dibedakan
menjadi :
ü Proyeksi Tangent (Menyinggung)
Apabila bidang proyeksi bersinggungan dengan permukaan bumi
ü Proyeksi Secant (Memotong)
Apabila bidang proyeksi berpotongan dengan permukaan bumi
Gambar. Kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi
d. Menurut ketentuan geometrik yang dipenuhi :
Menurut ketentuan geometrik yang dipenuhi, proyeksi peta dibedakan menjadi :
ü Proyeksi Ekuidistan
Jarak antara titik yang terletak di atas peta sama dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
ü Proyeksi Konform
Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta sama dengan besar
sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi, sehingga dengan memperhatikan faktor skala peta bentuk yang digambarkan di atas peta akan sesuai dengan bentuk yang sebenarnya di permukaan bumi.
ü Proyeksi Ekuivalen
Luas permukaan yang digambarkan di atas peta sama dengan luas sebenarnya di
permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Pemilihan proyeksi peta
Dalam pemilihan proyeksi peta yang akan digunakan, terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
ü Tujuan penggunaan dan ketelitian peta yang diinginkan
ü Lokasi geografis dan luas wilayah yang akan dipetakan
ü Ciri-ciri asli yang ingin dipertahankan atau syarat geometrik yang akan dipenuhi
Dalam melakukan pemilihan proyeksi peta sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
ü Pemetaan topografi suatu wilayah memanjang dengan arah barat-timur, umumnya menggunakan proyeksi kerucut, normal, konform, dan menyinggung di titik tengah wilayah yang dipetakan. Proyeksi seperti ini dikenal sebagai proyeksi LAMBERT.
ü Pemetaan dengan wilayah yang wilayah memanjang dengan arah utara-selatan,
umumnya menggunakan proyeksi silinder, transversal, konform, dan menyinggung meridian yang berada tepat di tengah wilayah pemetaan tersebut. Proyeksi ini dikenal dengan proyeksi Tranverse Mercator (TM) atau Universal Tranverse Mercator (UTM).
ü Pemetaan wilayah di sekitar kutub, umumnya menggunakan proyeksi azimuthal, normal, konform. Proyeksi ini dikenal sebagai proyeksi stereografis.
Proyeksi Peta yang umum dipakai di Indonesia
a. Proyeksi Polyeder
Proyeksi Polyeder adalah proyeksi kerucut normal konform. Pada proyeksi ini, setiap bagian derajat dibatasai oleh dua garis paralel dan dua garis meridian yang masing-masing berjarak 20′. Diantara kedua paralel tersebut terdapat garis paralel rata-rata yang disebut sebagai paralel standar dan garis meridian rata-rata yang disebut meridian standar. Titik potong antara garis paralel standar dan garis meridian standar disebut sebagi ‘titik nol’ (ϕ0, λ0) bagian derajat tersebut. Setiap bagian derajat proyeksi Polyeder diberi nomor dengan dua digit angka. Digit pertama yang menggunakan angka romawi menunjukan letak garis paralel standar (ϕ0) sedangkan digit kedua yang menggunakan angka arab menunjukan garis meridian standarnya (λ0).
Untuk wilayah Indonesia penomoran bagian derajatnya adalah :
ü Paralel standar : dimulai dari I (ϕ0=6°50′ LU) sampai LI (ϕ0=10°50′ LU)
ü Meridian standar : dimulai dari 1 (λ0=11°50′ BT) sampai 96 (λ0=19°50′ BT)
Proyeksi Polyeder beracuan pada Ellipsoida Bessel 1841 dan meridian nol Jakarta (λjakarta=106°48′ 27′′,79 BT)
Gambar Bagian derajat Proyeksi Polyeder
b. Proyeksi Tranverse Mercator
Proyeksi Tranverse Mercator adalah proyeksi yang memiliki ciri-ciri silinder, tranversal, conform dan menyinggung. Pada proyeksi ini secara geografis silindernya menyinggung bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral. Pada meridian sentral, faktor skala (k) adalah 1 (tidak terjadi distorsi). Perbesaran sepanjang meridian akan semakin meningkat pada meridian yang semakin jauh dari meridian sentral kearah timur maupun kearah barat. Perbesaran sepanjang paralel semakin akan meningkat pada lingkaran paralel yang semakin mendekati equator. Dengan adanya distorsi yang semakin membesar, maka perlu diusahakan untuk memperkecil distorsi dengan membagi daerah dalam zone-zone yang sempit (daerah pada muka bumi yang dibatasi oleh dua meridian).
Lebar zone proyeksi TM biasanya sebesar 3º. Setiap zone mempunyai meridian sentral sendiri. Jadi seluruh permukaan bumi tidak dipetakan dalam satu silinder.
Gambar. Proyeksi Mercator
c. Proyeksi Universal Tranverse Mercator (UTM)
Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat khusus. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi UTM adalah :
ü Proyeksi : Transvere Mercator dengan lebar zone 6°.
ü Sumbu pertama (ordinat / Y) : Meridian sentral dari tiap zone
ü Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator
ü Satuan : Meter
ü Absis Semu (T) : 500.000 meter pada Meridian sentral
ü Ordinat Semu (U) : 0 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Utara dan 10.000.000 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Selatan
ü Faktor skala : 0,9996 (pada Meridian sentral)
ü Penomoran zone : Dimulai dengan zone 1 dari 180° BB s/d 174° BB,Tzone 2 dari 174° BB s/d 168° BB, dan seterusnya sampai zone 60 yaitu dari 174° B s/d 180° BT.
ü Batas Lintang : 84° LU dan 80° LS dengan lebar lintang untuk masing-masing zone adalah 8°, kecuali untuk bagian lintang X yaitu 12°.
ü Penomoran bagian derajat lintang : Dimulai dari notasi C , D, E, F sampai X (notasi huruf I dan O tidak digunakan).
Gambar Pembagian Zone Proyeksi UTM
Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai meridian 144° BT dengan batas lintang 11° LS sampai 6° LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54.
d. Proyeksi Tranverse Mercator 3° (TM-3°)
Proyeksi TM-3° adalah proyeksi yang memiliki mercator yang memiliki sifat-sifat khusus. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi TM-3° adalah :
a. Proyeksi : Transverse Mercator dengan lebar zone 3°
b. Sumbu pertama (ordinat / Y) : Meridian sentral dari tiap zone
c. Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator
d. Satuan : Meter
e. Absis Semu (T) : 200.000 meter + X
f. Ordinat Semu (U) : 1.500.000 meter + Y
g. Faktor skala : 0,9999 (pada Meridian sentral
h. Penomoran zone : Dimulai dengan zone 46.2 dari 93° BT s/d 96° BT, zone 47.1 dari 96° BT s/d 99° BT, zone 47.2 dari 99° BT s/d 102° BT, zone 48.1 dari 102° BT s/d 105° BT dan seterusnya sampai zone 54.1 dari 138° BT s/d 141° BT
i. Batas Lintang : 6° LU dan 11° LS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar